Cerpen Nilai Kehidupan | Terima Kasih Sahabat
Hujan terus mengguyur kota sore itu. Aku bergegas pulang setelah acara pertemuan selesai.
Kupercepat langkah walau agak sedikit gontai. Ku tatap punggung mereka di kejauhan saat aku sudah keluar dari gerbang sekolah.
Mereka pergi begitu saja tanpa memerdulikanku, tanpa mengajakku untuk pulang bersama.
Aku mengharapkan mereka sedikit saja menoleh dan menyadari bahwa aku ada di belakang mereka.
“Aku di sini…” bisik hatiku.
Hujan mendera diriku yang sendiri. Hari mulai gelap saat kudengar azan magrib berkumandang.
Langkahku menjadi lambat, kepalaku terasa berat, dan segala hal di sekelilingku menjadi tak bersahabat.
“Ya Rabb…kuatkan aku.”
Mereka terlihat di ujung lorong sana. Terus berjalan tanpa memerdulikan seseorang yang membutuhkan mereka.
“Apakah mereka sahabatku?”
Sekilas, bayangan masa lalu muncul begitu saja. Aku ingat, saat teman-temanku yang dulu begitu memperhatikan satu sama lainnya.
Saling menunggu, walau untuk hal yang sepele. Aku merindukan itu semua.
Rasanya jauh berbeda dengan mereka yang tengah berjalan jauh meninggalkanku itu.
Mereka memang baik, namun tak pernah benar-benar memahamiku dan tidak pernah benar-benar menganggapku teman dekat mereka.
Ah..mungkin aku terlalu manja untuk mengharapkan kasih mereka.
Mungkin aku tak bisa berbuat banyak hal untuk mereka, dan mungkin aku terlalu mengandalkan mereka hingga membuat mereka merasa terbebani.
Akhirnya aku sampai di ujung lorong. Melihat kerlap-kerlip cahaya lampu malam semakin membuat penglihatanku buyar.
Terdengar tawaran seorang sopir angkutan umum jurusan lain, dan aku menolaknya dengan sekedar menggelengkan kepala, dia pun berlalu.
Aku bingung. Tak ada mobil yang sesuai jurusan denganku. Bagaimana caranya aku pulang?
Rasa sedih itu semakin menyelimutiku.
Inikah rasanya menjadi orang yang tersisihkan?
“Hiiiks….” aku mulai meneteskan air mata.
Aku termenung. Mereka berbeda.
Telapak tanganku terlihat begitu pucat, hingga aku pikir ini tangan orang lain. Bukan tanganku.
Aku memeluk diriku sendiri saat angin bersuara lembut itu perlahan mulai menyapaku dengan rasanya yang dingin. Dingin sekali.
“Di mana sahabat yang setia itu ya Rabb.. aku membutuhkannya.”
Kututup mataku, hingga dunia terasa begitu gelap.
Aneh. Air langit yang sedari tadi menghujaniku, tiba-tiba berhenti.
Disusul dengan suara air yang berjatuhan menerpa suatu benda bernama payung.
Ya, seseorang telah melindungiku dengan itu.
“Teh, jangan berdiri terus di sini. Teteh mau ke mana? Mari, saya antar,”
Aku menoleh. Seorang adik kecil berhati malaikat tengah berdiri di suatu pijakan di sampingku.
Ia memayungiku tanpa memerdulikan dirinya yang basah kuyup.
Ya, dia seorang penyedia jasa payung yang hanya bekerja di saat rizki dari langit itu turun.
“Kenapa, kamuu….?” perkataanku terputus saat melihat senyumnya yang amat tulus kurasakan.
“Ya Allah..anak ini masih mampu tersenyum. Mengapa aku tidak? Mengapa aku begitu bodohnya menjatuhkan diriku sendiri dengan terus bersedih hati?” batinku tergugah saat itu juga.
Anak kecil itu bahkan seolah tahu jalan aku pulang. Saat mobil umum yang aku tunggu akhirnya datang, ia langsung mengantarku hingga seberang.
“Hati-hati ya Teh, assalamualaikum..” ucap dia saat aku hendak naik mobil.
“Waalaikumussalam..terima kasih ya De,” saat kakiku melangkah, aku ingat sesuatu, “Oh iya, maaf, ini untukmu..” kataku sambil menyodorkan sesuatu yang pasti ia butuhkan.
“Ah, tidak usah Teh, terima kasih,” ucapnya sambil berlalu. Ia bergabung kembali dengan teman-teman kecilnya yang lain sesama penyedia jasa payung.
Aku menatap sosoknya yang lincah dari jendela mobil. Dia punya banyak teman. Aku terdiam sesaat, mengapa aku tak menyadari ini?
Aku masih punya banyak teman yang peduli padaku, keluarga yang menyayangi dan mendukungku. Aku tak boleh terpuruk seperti ini.
“Ya Allah, terima kasih atas sapaan lembut itu. Kini aku mengerti…”
Awalnya aku memang tak paham maksud-Mu ya Rabb, tapi aku memilih untuk tetap percaya, bahwa Kau selalu ada, bahkan saat aku tertekan oleh segala bentuk kekecewaan.
Kau mengingatkan aku dengan sapaan-Mu yang lembut agar aku selalu bersyukur.
Aku sadar, beberapa rencana hidupku kini memang berantakkan, tapi aku harus tetap berserah diri pada-Mu.
Setiap orang bisa menjadi teman bahkan sahabat.
Saat kita percaya bahwa Allah sahabat kita, dan percaya bahwa solusi dari setiap masalah adalah percaya, bersyukur, dan berserah diri pada-Nya.
maka Allah akan mengutus seseorang yang berhati baik nan lembut untuk menjadi sahabat kita di dunia dan akhirat.
“Terima kasih Sahabat, atas segala bentuk kasih yang kau beri…”
Ima Siti Fatimah
Jangan lewatkan juga cerpen singkat tentang persahabatan, Cinta Tak Sempat Memiliki berikut ini.
Atau kamu bisa memilih judul lain dari daftar isi kumpulan cerpen singkat di bawah ini;
Daftar Isi Kumpulan Cerpen Singkat
nah gini dong banyak cerpen singkat buat jadi isnpirasi
Memperbanyak pengetahuan gue soal cerpen singkat nih
Cukup nambah wawasan aku tentang cerpen singkat
lumayan bagus bagus cerpen singkat di sini
inspiratif kebanyakan cerpen nya
asyik asyik banget cerpen singkat yang ada di sini
wih banyak banget cerpen singkat nya.
makasih ya buat cerpen singkat nya
Izin dijadikan untuk tugas ya gan cerpen nya
keren keren lah isi cerpen singkat nya
naaah akhirnya nemu juga cerpen
nemu juga akhirnya cerpen cerpen singkat
Makasih ya inspirasi cerpen singkat nya
Memudahkan untuk cari inspirasi cerpen singkat
Bagus bagus deh cerpen singkat nya
Hmmm, baru tau ternyata begitu ya cerpen singkat formatnya
keren sih cerpen singkat yang ada di caraindonesia ini
Cerpen singkat bermanfaat buat menyelesaikan tugas aku
Keren keren cerpen nya
Cerpen singkat kaya gini lebih enak buat dibaca, soalnya waktu kan terbatas sama kegiatan lain