Tahun Baru Masehi Bagaimana Sejarahnya?

Tidak banyak yang mengetahui sejarah di balik perayaan tahun baru Masehi ini. Apakah sebenarnya dasar penentuan perayaan tahun baru?

Lalu tindakan apa yang harus dilakukan oleh seorang muslim?

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Dawud)

Merujuk pada hadis di atas, maka alangkah baiknya kita seharusnya tabayun dahulu asal muasal dari perayaan tahun baru Masehi. Hal itu dimaksudkan agar kita tidak terjebak oleh ketidaktahuan kita yang akan menyebabkan kita terlempar ke dalam kesesatan.

tahun baru
Janus Vatican

 

Sejarah tahun baru 1 Januari dimulai ketika penguasa Romawi Julius Caesar menetapkan 1 Januari sebagai hari permulaan tahun baru semenjak abad ke 46 SM. Orang Romawi mempersembahkan hari ini (1 Januari) kepada Janus, dewa segala gerbang, pintu-pintu, dan permulaan (waktu). Bulan Januari diambil dari nama Janus sendiri, yaitu dewa yang memiliki dua wajah, satu wajahnya menghadap ke (masa) depan dan satunya lagi menghadap ke (masa) lalu.

 

Pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM. Tidak lama setelah Julius Caesar dinobatkan sebagai Kaisar Roma, ia memutuskan untuk mengganti penanggalan tradisional Romawi yang telah diciptakan sejak abad ketujuh SM. Tidak lama sebelum Caesar terbunuh pada tahun 44 SM, dia mengubah nama bulan Quintilis dengan namanya, yaitu Julius atau Juli. Kemudian, nama bulan Sextilis diganti dengan nama pengganti Julius Caesar, Kaisar Augustus, menjadi bulan Agustus.

 

Perayaan tahun baru saat ini, tahun baru 1 Januari telah dijadikan sebagai salah satu hari suci umat Kristen. Namun kenyataannya, tahun baru sudah lama menjadi tradisi sekuler yang menjadikannya sebagai hari libur umum nasional untuk semua warga dunia. Tradisi merayakannya di beberapa negara, terkait dengan ritual keagamaan atau kepercayaan mereka yang tentu saja sangat bertentangan dengan Islam.

Mereka banyak mengikuti tradisi kaum Pagan (penyembah berhala). Kaum Pagan sendiri biasa merayakan tahun baru mereka (atau Hari Janus) dengan mengitari api unggun, menyalakan kembang api, dan bernyanyi bersama. Kaum Pagan di beberapa tempat di Eropa juga menandainya dengan memukul lonceng atau meniup terompet, sehingga terkadang tanpa sadar kita mengikuti tradisi mereka.

 

Bagaimana Sikap Kita? Setelah kita mengetahui bahwa tradisi perayaan 1 Januari merupakan perayaan yang terkait dengan ritual keagamaan dan budaya kaum kuffar, dan adanya larangan untuk menyerupai sebuah kaum, maka sebaiknya kita tidak perlu ikut ikutan merayakannya apalagi meniru budaya dari kaum kuffar.

Semoga setelah membaca tulisan ini, kita bisa menentukan sikap dalam menyikapi perayaan 1 Januari.

Sikap kita bukan atas dasar sekedar ikut-ikutan, tetapi pilihan kita adalah yang berdasarkan pengetahuan. karena kita sadar betul bahwa semuanya akan dimintai pertanggungjawaban di Yaumul Hisab kelak. (dari berbagai sumber)

(Siti Salamah,  MAN 1 Cianjur)

 

Yuk baca juga dibalik sejarah Pangeran Diponegoro pada artikel ini

Tinggalkan Balasan