Tanggung Jawab Ayah Bukan Cuma Nafkah, Ini Alasannya

Pertanyaan seputar apakah mendidik anak juga tanggung jawab ayah, sangat populer di kalangan orang tua yang beragama Islam.

Ketika anak berumur 3 hingga 6 tahun, ia sedang menjalani berbagai proses perkembangan.

Mulai dari perkembangan kreativitas, kognitif, fisik, komunikasi & bahasa.

Ketika berada di umur ini  anak sedang melewati usia emasnya, usia dimana periode ini tdiak akan bisa terulang kembali.

Di umur ini juga anak akan sangat mudah menyerap semua yang ada di lingkungannya, terutama ayah dan ibunya.

 

Sebagian besar masyarakat kita masih beranggapan bahwa, urusan mendidik adalah urusan sang ibu dan lembaga pendidikan, sementara sang ayah seakan, hanya bertanggung jawab atas nafkah keluarga.

 

Kewajiban laki-laki dalam rumah tangga terbagi dua; sebagai suami dan sebagai ayah.

Inilah yang mungkin menjadi celah di pendidikan usia dini, hilangnya peran ayah yang seharusnya bertanggung jawab akan hal ini, sehingga menjadikan kenakalan remaja semakin marak.

Bukan saja kenakalan anak semakin marak, namun bentuk kenakalannya pun semakin tidak wajar.

 

Kurangnya kedekatan anak pada ayah akan menimbulkan ketidak seimbangan dalam diri anak.

Peran ibu sangat penting untuk menularkan sifat kelembutan dan sifat-sifat keibuan lainnya.

Namun sifat ayah juga harus ditularkan ke dalam diri anak, seperti mengambil keputusan.

 

Bisa dibayangkan apa yang terjadi jika anak hanya diturunkan sifat keibuan, tanpa ada sifat ayah di diri anak laki-laki.

Tidak ada yang ingin punya anak laki-laki yang 100% keibuan bukan?

Ajaran Islam Yang Lengkap

pendidikan anak usia dini

 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya.” (Al-Baqarah: 208)

 

Di sinilah lengkapnya sistem yang Allah ciptakan dan tertuang dalam Al-quran dan Hadits.

Bukan hanya mengurusi masalah ibadah saja, namun syariat islam sangat komplet.

Mulai dari sistem pemerintahan, ekonomi, kesehatan, rumah tangga, hingga ibadah.

 

Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, 

Allah ta’ala berfirman menyeru para hamba-Nya yang beriman kepada-Nya serta membenarkan rasul-Nya untuk mengambil seluruh ajaran dan syari’at;

melaksanakan seluruh perintah dan meninggalkan seluruh larangan sesuai kemampuan mereka.” (Tafsir Ibn Katsir 1/335)

 

Lalu mengapa umat Islam tidak menjadi yang terdepan saat ini?

Jawabannya jelas, beda dengan zaman kejayaan Islam dulu, saat ini tidak ada satupun negara yang menjalankan syariat Islam secara utuh.

Itulah sebabnya menjalankan Islam harus secara kaffah, karena sistemnya saling berhubungan.

 

Tanggung Jawab Ayah Dalam Islam Sangat Menentukan

tanggung Jawab Ayah

 

Diantara syariat Islam yang lengkap juga diatur mengenai pendidikan anak usia dini.

Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

Setiap engkau adalah pemelihara, dan setiap engkau akan dimintai pertanggung jawaban mengenai apa yang menjadi tanggung jawab pemeliharaannya:

Seorang pemimpin adalah pemelihara, ia akan dimintai pertanggung jawaban mengenai apa yang menjadi tanggung jawab pemeliharaannya.

Seorang laki-laki juga pemelihara dalam keluarganya, ia akan dimintai pertanggung jawaban mengenai apa yang menjadi tanggung jawab pemeliharaannya.

Dan seorang perempuan adalah pemelihara dalam rumah suaminya, ia akan dimintai pertanggung jawaban mengenai apa yang menjadi tanggung jawab pemeliharaannya. [HR. al-Bukhâri]

 

Dalam Islam, Anak menjadi tanggung jawab orang tua seutuhnya, terutama seorang ayah.

Orang tua lah yang nanti akan dimintai pertanggung jawaban di akhirat kelak.

Mendidik anak dalam hal duniawi penting, namun pendidikan akhirat menjadi lebih utama.

Dalam kitab al-Zuhd, Imam Ahmad bin Hanbal mengumpulkan beberapa nasihat Sayyidina Luqman al-Hakim untuk anaknya. Berikut dua dari sekian banyak nasihatnya:

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ، حَدَّثَنَا أبِي، حَدَّثَنَا سَيَّارٌ، حَدَّثَنَا جَعْفَرٌ، عَنْ مَالِكٍ يَعْنِي ابْنَ دِينَارٍ قَالَ: قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ: يَا بُنَيَّ، اتَّخِذْ طَاعَةَ اللَّهِ تِجَارَةً تَأْتِكَ الْأَرْبَاحُ مِنْ غَيْرِ بِضَاعَةٍ

Diceritakan oleh Abdullah, dari ayahku, dari Sayyar, dari Ja’far, dari Malik, yaitu Ibnu Dinar, ia bekata:

‘Luqman berkata pada anaknya: “Wahai anakku, jadikan ketaatan kepada Allah sebagai perniagaan, maka keuntungan akan mendatangimu tanpa modal barang dagangan.”

(Imam Ahmad bin Hanbal, al-Zuhd, Kairo: Dar al-Rayyan li al-Turats, 1992, h. 64)

 

Yang harus kita ingat sekali lagi, sistem dalam Islam adalah yang terlengkap.

Bahkan ilmuwan-ilmuan Muslim pada masa-masa awal, mengembangkan ilmu duniawi, berdasarkan ilmu yang diambil dari Al-qur’an.

Dan pengetahuan-pengetahuan itu dikembangkan lagi oleh ilmuan-ilmuan barat.

Maka dari itu, sungguh aneh jika sekarang ada segelintir orang yang beranggapan, ajaran Islam sudah tidak sesuai dengan zaman.

Rasulullah Bersabda;

مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلاَّ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

Tiada seorangpun yang dilahirkan kecuali dilahirkan pada fithrah (Islam)nya. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi.

[HR. al-Bukhâri dan Muslim]

 

Ketika anak lahir, diibaratkan sebagai kertas putih yang bersih.

Tidak ada noda, dan dosa setitikpun pada si jabang bayi.

Orang tua lah yang akan membentuk pola pikir, sifat dan ketakwaannya kepada Allah.

 

أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَٰهَكَ وَإِلَٰهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَٰهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ

Adakah kamu hadir ketika Ya’kûb kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya:

”Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab:”Kami akan menyembah Sesembahan-mu dan Sesembahan nenek moyangmu;

Ibrâhîm, Isma’il, dan Ishâk, (yaitu) Sesembahan satu-satu-Nya yang Maha esa dan kami hanya tunduk kepada-Nya”. [al-Baqarah/2:133]

 

Ayat di atas menceritakan bagaimana para nabi, mengajarkan anak-anaknya aqidah, bahkan sampai menjelang ajal.

Dan kisah nabi Ya’kub di atas juga menunjukan bahwa anak-anaknya hanya akan mengikuti ajaran yang diajarkan orang tuanya.

 

Langkah Ayah Dalam Mendidik Anak

pendidikan anak usia dini

 

Allah menjelaskan secara detil, bagaimana cara memberi pendidikan usia dini.

Tanggung jawab ini diberikan kepada sang ayah dengan Luqman sebagi teladannya.

 

Siapakah Luqman Al-Hakim?

وَلَقَدْ ءَاتَيْنَا لُقْمٰنَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلّٰهِ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَ مَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللهَ غَنِيٌّ حَمِيْدٌ

Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, Yaitu: “Bersyukurlah kepada Allah.

dan Barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka mesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur,

maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. (QS. Luqman: 12)

 

Ada pendapat yang berbeda diantara ulama mengenai asal-usul serta kenabiannya, sampai asal-usulnya.

Namun singkatnya Luqman ada seorang yang mempunyai kulit hitam, berbibir tebal, dan pesek hidungnya.

Namun Allah memuliakannya dengan memberi tempat khusus dalam Al-quran.

Tdiak tangung-tangung, namanya menjadi satu surah dalam Al-quran.

 

Ada dua hal yang bisa dipetik di sini.

Pertama, Allah tidak memandang fisik tapi ketakwaan mahluknya

Kedua, nasihat-nasihat dan kebijakan Luqman berlaku untuk seluruh manusia.

 

Apa sajakah tugas ayah dalam mengajari anak? Baca di halaman selanjutnya…

Tinggalkan Balasan

  • Post author: