Perjalanan Madinah Menuju Masjidil Haram

Ini merupakan kelanjutan dari catatan perjalanan ibadah haji sebelumnya di Masjid Nabawi, Madinah.

Hari berikutnya, Ahad 13 Agustus 2017 atau hari kelima, masih ada jadwal kunjungan ke tempat-tempat bersejarah di Madinah yakni ke Museum Alquran yang terletak di bawah tanah halaman masjid Nabawi.

ibadah haji

 

Kami menuruni bawah tanah menggunakan lift. Ternyata, di bawah tanah itu, banyak sekali kendaraan parkir, rupanya museum itu berdampingan dengan tempat parkir.

Di tempat ini, rombongan disambut seorang petugas museum sekaligus sebagai pemandu tamu asal Sukabumi yang sudah bertahun-tahun mukim dan bekerja di Madinah. Nama beliau H.A. Manan.

Di sebuah ruangan khusus, para pengunjung disuguhi video tentang sejarah pembangunan masjid Nabawi dan perluasannya.

 

Kemudian kami diajak berkeliling ke beberapa ruangan tempat menyimpan kitab-kitab dan benda-benda bersejarah.

Setelahnya, ke tempat  pembuatan Alquran tulis tangan ukuran besar yang dikerjakan seorang pria bangsa Arab.

madinah

 

Para pengunjung dengan penuh takjub, menyaksikan langsung pembuatan Alquran tulis tangan yang dikerjakan pria Arab tersebut dengan khusuk.

Ia betul-betul serius bekerja tanpa menoleh ke kiri atau kanan.

 

Dari H.A. Manan diperoleh data tentang masjid Nabawi masa kini, antara lain luas masjid seluruhnya mencapai 23, 8 hektar, jumlah tiang 2.976 buah.

27 kubah yang bisa bergeser dan rata-rata beratnya 80 ton berlapis emas.

 

Jumlah tempat wudu di dalam dan di luar masjid Nabawi  mencapai 8.484 buah, toilet di bawah tanah 600 buah.

Untuk tempat parkir mobil bawah tanah mampu menampung 4.200 buah dengan kapasitas per lantainya 236 buah mobil.

Pintu masuk ke areal parkir dari arah kuburan Baqi.

 

Salah satu keindahan masjid Nabawi, di halaman seputar masjid terdapat  262 payung yang secara otomatis.

Payung-payung ini dapat terbuka sendiri bila matahari sudah mulai panas, dan tertutup dengan sendirinya bila sudah teduh. Payung buatan Jerman itu konon harga satuannya 1 juta dollar.

 

Sementara itu, daya tampung masjid Nabawi, di dalam mencapai 480.000 jemaah dan di luar 430.000 jemaah. Sedangkan di lantai dua bisa menampung 90.000 jemaah.

Masjid Nabawi juga memiliki 85 pintu yang beratnya tiap-tiap pintu 2,5 ton.

Masjid ini memiliki 10 ribu karpet yang bisa dibongkar pasang setiap saat.

 

Sementara itu, air zamzam yang disediakan untuk jemaah di dalam masjid mencapai 400 ton per hari yang langsung dipasok dari sumur zamzam di Mekah.

Hebatnya, jumlah pekerja di masjid Nabawi mencapai 4.500 orang termasuk Asykar dan intel yang bertugas di masjid ini.

 

Tausiah Menjelang Duha

Berkunjung ke tempat-tempat bersejarah di Madinah selesai sudah.

Para jemaah tinggal menunggu keberangkatan ke Mekkah untuk melaksanakan ibadah haji.

Kegiatan sehari-hari di Madinah, kami isi dengan salat berjamaah lima waktu di masjid Nabawi untuk memenuhi Arba’in.

madinah

 

Sesekali setelah salat Subuh, sambil menunggu waktu salat Duha tiba, jemaah haji KBIH Attaqwa, duduk bersimpuh di pelataran masjid Nabawi.

Kami mendengarkan tausiah Ketua KBIH Attaqwa, Ustaz Umar. Setelah itu, kami mencari sarapan pagi berupa nasi uduk di depan gerbang 6 masjid Nabawi.

 

Nasi uduk ini harganya lima real atau Rp 20.000,- per kap, dilapisi telur dan ketimun.

Sesekali sehabis salat Duha, kami pergi mencari bakso di Bin Dawud gerbang 26.

Di antaranya ada restoran Indonesia yang menjual bakso, masakan Sunda parasmanan, dll.

madinah

 

Harga semangkuk bakso 15 real atau Rp 60.000 dan nasi rames 20 real atau Rp 80.000,-

 

Akhirnya, memasuki hari kedelapan, kegiatan “Arba’in” atau ibadah salat berjamaah selama 40 waktu di masjid Nabawi, tuntas sudah.

Maka, hari itu, Rabu 16 Agustus 2017, sekitar pukul 14.00 waktu Madinah, jemaah haji Kloter 35 mulai meninggalkan Madinah Al-Munawwarah menuju Bir Ali untuk mengambil Miqat.

 

Miqat di Masjid Bir Ali

Untuk melaksanakan umrah wajib, yang disebut “Tamattu” (mengerjakan umrah terlebih dahulu, baru mengerjakan haji) harus mengambil Miqat Ihramnya di Masjid Al-Muhrim atau Masjid Al-Miqat.

Sekarang lebih terkenal disebut Bir Ali (Dzulhulaifah), berada di lembah Aqiq sekitar 11 Km dari perbatasan kota Madinah atau 15 km dari Masjid Nabawi.

Hanya membutuhkan waktu kurang dari satu jam, kami sampai di Bir Ali.

Lalu kami melaksanakan salat sunat dua rakaat, kemudian memakai kain ihram dan berniat untuk umroh.

Sejak niat itulah, maka segala larangan yang dapat membatalkan umroh, harus betul-betul dijaga.

madinah

 

Di Bir Ali itulah, untuk pertama kalinya para jemaah laki-laki mengenakan kain ihram.

Air mata bahagia tiada terasa perlahan menetes membasahi kain ihram yang kami kenakan.

madinah

 

Semua berdoa dengan khusuk, dipandu Ustaz Umar Burhanudin.

Beliau pembimbing kami yang kalimat-kalimatnya sungguh membuat hati trenyuh dan teringat akan dosa-dosa.

Apalagi ketika lantunan kalimat talbiyyah tiada henti diucapkan para jemaah haji di sepanjang perjalanan Bir Ali-Mekkah.

 

Perjalanan antara Bir Ali di Madinah dan Mekkah Al-Mukarromah, biasanya memakan waktu kl 6 jam dengan jarak tempuh sekitar 460 km.

Jika berangkat dari Bir Ali pukul 14.00,- mestinya rombongan Kloter 35 ini tiba di Mekkah pukul 20.00.

Tetapi malam itu kami tiba di Mahbas Jin, yakni maktab tempat Kloter 35 menginap selama di Mekkah, pukul 21.00.

Perjalanan itu kami tempuh selama 7 jam.

 

Keterlambatan itu, diakibatkan jalan menuju ke Mekkah ada beberapa titik yang tergenang banjir.

Sopir bus pun memutuskan untuk menunggu genangan banjir surut, selama satu jam.

 

Setelah beberapa jam beristirahat dan mengurus koper, kami naik bus salawat.

Kami pergi menuju Masjidil Haram untuk melaksanakan thawaf yang pertama kalinya.

 

Setelah itu dilanjutkan dengan sya’i dan tahallul.

Pada malam itu, thawaf berlangsung selama satu jam dan sya’i pun satu jam.

Ini terjadi karena jemaah berjubel luar biasa.

Kami pun selesai mengerjakan kedua ibadah itu tepat pada pukul 03.00.

 

Sambil menunggu salat Subuh tiba pukul 05.00, kami ber’itikaf dan berzikir selama dua jam di depan ka’bah.

Kami tiada henti terus berdoa memohon ampunan dan rida-Nya, seraya menitikkan air mata.

 

Salat Jumat Pertama di Masjidil Haram

Jumat, 18 Agustus 2017, merupakan hari kedua kami berada di kota Mekkah.

Hari Jumat merupakan hari libur para pekerja dan pegawai kantoran di Arab Saudi.

Maka salat Jumat di Masjidil Haram para jemaah tiada terhingga banyaknya.

haram

 

Jemaah haji yang datang dari seluruh dunia, bercampur dengan penduduk setempat. Semua berbarengan melaksanakan salat Jumat di Masjidl Haram.

 

Pukul 09.00, kami bergegas meninggalkan hotel untuk melaksanakan salat Jumat.

Dari hotel, kami naik bus antarjemput gratis yang disebut “bus salawat”.

Perjalanan 3 km dan ditempuh hanya lima menit.

 

Jika di Indonesia, masjid baru penuh ketika muadzin akan mengumandangkan azan. Tetapi di Masjidil Haram, tidak bias.

Masuk pukul 09.00, kami nyaris tak kebagian tempat salat di depan ka’bah lantai dasar. Kami harus terus berputar mencari tempat salat ke lantai satu, lantai dua atau lantai  tiga.

Pintu masuk yang mengarah ke ka’bah sudah mulai banyak yang ditutup. MasyaAllah….! Luar biasa…!

 

Saat bubar salat Jumat, berdesak-desakkan para jemaah berebut menuju pintu ke luar. Meskipun pintu jumlahnya ratusan, pintu sebanyak itu seakan tak cukup.

Di dalam koridor, para jemaah saling berdesakan ingin cepat-cepat keluar dan naik bus. Cuaca sangat panas, sekitar 40-45 derajat Celcius.

Namun ternyata susah sekali dapat keluar dari dalam koridor.

Seorang jemaah yang berdiri di depan saya rupanya tak kuat lagi menahan desakan.

Ia pun jatuh pingsan.

 

Setelah “terkurung” selama kl 45 menit di dalam koridor, akhirnya bisa keluar.

Saya sempat terhimpit oleh desakan jemaah lain dan terseret beberapa meter,

Sementara, teman-teman satu regu menunggu di luar koridor dengan harap-harap cemas.

Beberapa menit kemudian, kami baru bisa naik bus yang penuh sesak. Sungguh, pengalaman yang sangat luar biasa….!

 

Kisah GuaTsur

Sabtu, 19 Agustus atau hari ketiga di Mekkah, para jemaah beristirahat di hotel.

Hari itu tidak ada acara yang digelar kecuali salat berjamaah di Masjidil Haram atau masjid hotel.

 

20 Agustus 2017, semua jemaah Kloter 35 berkunjung ke pasar hewan.

Tempat ini sekaligus sebagai tempat pemotongan khewan untuk “dam” maupun kurban. Lokasi pasar ini di Ka’kiyah, tak jauh dari Mina atau dekat Jabal Tsur.

 

Sebelum ke pasar khewan, bus sempat berhenti di Jabal Tsur.

Jabal Tsur sekitar 6 km jaraknya dari Masjidil Haram.

 

Tidak semua jemaah turun dari bus dan naik ke Jabal Tsur untuk melihat gua Tsur. Ini karena waktu yang diberikan pimpinan rombongan hanya 15 menit.

Sebagian jemaah ada yang turun dari bus untuk sekedar selfie (swafoto) atau foto bersama dengan latar belakang panorama Jabal Tsur, pegunungan batu.

gua tsur

 

Jabal Tsur memiliki arti sejarah yang sangat penting.

Di atas gunung batu terdapat sebuah gua destinasi ziarah di kota Mekkah.

Namanya “Gua Tsur” yang bisa didaki selama 1, 5 jam.

 

Rasulullah saw. bersama Abubakar Assiddiq, pernah bersembunyi di gua tersebut ketika hendak hijrah ke Madinah.

Saat itu, setelah Rasulullah selamat dari kepungan kafir-kafir Quraisy di rumahnya. Beliau secara diam-diam menyelinap ke rumah Abubakar.

Kemudian bersama Abubakar, Rasul berlindung menyelamatkan diri di sebuah gua.

Gua ini terletak di puncak Jabal Tsur selama tiga hari sebelum menuju Madinah.

 

Sebagian kafir Quraisy yang mengejar Rasulullah, berhasil sampai di mulut gua Tsur.

Namun ternyata mulut gua itu tertutup oleh sarang laba-laba.

Selain itu ada burung merpati yang sedang bertelur di sarangnya.

Kaum kuffar Quraisy itu berkesimpulan bahwa tidak mungkin Rasul dan Abubakar bersembunyi di dalam gua tersebut.

Mereka pun pulang kembali sehingga selamatlah Rasul dan Abubakar.

 

Karena itu, di Mekkah dan Madinah, burung merpati dilindungi, tidak boleh ditangkap apalagi dibunuh.

Mereka bebas beterbangan di berbagai tempat.

Di pelataran masjid Nabawi, ribuan burung merpati beterbangan di sana dan para jemaah memberinya makan.

 

Pertemuan Adam-Hawa

Dari Jabal Tsur, para jemaah haji bergerak menuju Jabal Rahmah di kawasan Arafah. Di tengah-tengah Padang Arafah, terlihat sebuah bukit yang di puncaknya terdapat sebuah tugu menjulang tinggi.

 

Itulah Jabal Rahmah, gunung yang sangat bersejarah.

Di puncak gunung itulah, Allah swt. mempertemukan kembali Nabi Adam dan Siti Hawa setelah terpisah dalam kurun waktu yang cukup lama.

Karena pelanggaran yang dilakukan keduanya, mereka terpisah dengan jarak yang sangat jauh.

Mereka pun saling mencari, dan akhirnya bertemu di Padang Arafah, tepatnya di puncak Jabal Rahmah.

 

Para jemaah tak mau melewatkan destinasi ziarah yang amat bersejarah ini.

Ribuan bus yang membawa para jemaah haji dari berbagai negara, ke tempat itu.

Area  parkir di Padang Arafah penuh sesak

 

Tersesat di Jabal Rahmah

Di Jabal Rahmah, para pengunjung berswafoto dan foto bersama.

Yang mendaki sampai tugu di puncak gunung batu itu, tidak semuanya, karena waktu hanya satu jam.

 

Di sini, ada tiga anggota rombongan 9 dari regu dua dan regu tiga, tersesat saat turun dari Jabal Rahmah.

Mungkin saking banyaknya pengunjung dan bus, mereka tidak kembali ke arah semula, malah menjauh hingga terdampar ke rumah sakit.

 

Ceritanya, ketika rombongan kembali ke dalam bus ketiganya itu belum juga kembali. Waktu kunjungan sudah habis dan semua bus sudah meninggalkan tempat itu.

Akhirnya, beberapa dari kami diminta Ustad Umar untuk mencari ketiga Jemaah itu.

Kami meninggalkan bus dan nantinya akan naik taksi.

 

Didampingi pemandu yang pandai berbahasa Arab, kami mencari mereka.

HP mereka tidak bisa  dihubungi.

 

Setelah lebih 30 menit pencarian, akhirnya mereka kami temukan.

Mereka ada di gerbang rumah sakit, sekitar kl 400 meter dari tempat  parkir bus.

Meraka dalam keadaan kebingungan.

 

Kami berusaha mencari taksi di seputar rumah sakit , karena bus sudah pergi.

Namun empat taksi menolaknya dengan alasan sudah dicarter pembesuk.

 

Akhirnya, kami kembali ke parkiran bus.

Kami berdoa semoga ada kendaraan ke Tan’im dan pasar khewan.

Doa kami dikabul.

Di tempat parkir, masih tersisa satu bus yang membawa jemaah asal Ciamis.

Kami, delapan orang, diperbolehkan menumpang sampai mendapatkan taksi di Mina.

Setelah itu, kami pergi ke pasar khewan untuk ijab menyerahkan dam nusuk.

Kami lanjutkan mengambil miqat untuk umroh sunat di masjid Tan’im.

Kami membayar dua taksi sebesar 200 real atau Rp 800.000, untuk sampai kembali ke maktab di hotel Aliyat Alsawi, kawasan  Mahbas Jin Mekkah.

Bersambung.

 

Tinggalkan Balasan